Kamis, 27 Oktober 2011

puisi: KAMPUNG MELAYU SENANDUNG SEMU

KAMPUNG MELAYU SENANDUNG SEMU
Karya: Tri Wibowo

*Nyanyian merdu mengajak haru ke kampung ku
Kampung melayu yang memiliki seribu bahasa mendayu
Kata-kata pujangga sentak terdengar, menggelegar di kampung yang besar
Sang raja kuning terkapar tinggal tulang, ketika para penguasa data

Indah mentari seakan malu menari, dibalik bukit yang kelam
Kepakan sayap burung dara seakan enggan melintasi sungai bercabang tiga
Tak ada lagi kisah lelaki perkasa tergoda tujuh bidadari manja
Senja itu tak kuning lagi, mungkin ia takut dengan pekatnya kelam yang ada di depan mata
Haru, biru, dan terasa semu......!

Kampung itu serasa membisu, tak bisa lagi mendengar suara ku yang merdu
Pohon-pohon itu telah membatu dan tak bisa lagi tersayat oleh sebuah sembilu
Sang gadis lugu duduk di jembatan kapuas, menunggu dan memelas
Pria muda separuh baya bermimpi menggapai mentari, tetapi ia hanya menanti
Haru, biru, dan terasa semu....!

Sungai itu kering, keruh, dan selalu bergemuruh
Terdengar keluh nelayan tua, yang pulang dengan dua ekor ikan saja
Terdengar suara nenek renta yang bercanda sambil menanti beras datang di dapurnya
Apakah ini takdir dari yang kuasa?
Haru, biru, dan terasa semu....!

Hari esok akan tiba, dan ilmu akan merubah semuanya
Itu kata pepatah tua, yang telah habis termakan usia
Hari ini realita, dan esok hanyalah mimpi belaka
Itu adalah nyata, kata sebagian pria yang duduk di kampung raja
Haru, biru dan terasa semu.......!
Lusa mentari datang, aku menunggu pohon yang membatu tuk dapat kembali tumbuh hilang dan berganti
Tujuh bidadari manja berhasil menggoda, menghancurkan semua do’a
Asa itu masih ada, ini lah kampung ku, kampung melayu dengan senandung semu


*PUISI INI KU PERSEMBAHKAN UNTUK KAMPUNG KELAHIRAN KU BUMI SENENTANG (Kabupaten Sintang)