Sabtu, 25 Februari 2012

Wibowo Historia

Wibawa, adalah kata yang biasanya tersemat dipundak para pemimpin, karena dengan sifat yang satu ini seorang pemimpin dapat menemukan karismanya didalam kapasitas kepemimpinannya. Tak jarang banyak pemimpin yang mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, karena tidak didukung dengan kemampuan manajerial, fisik ataupun sifat yang dimiliki. 
    14 Februari 1991, dengan harapan yang sangat besar, dan diiringi oleh rintihan dan tangisan kecil yang penuh makna, suara merdu yang berirama, menghentakkan nada memuji yang kuasa, dan mengharap kepada yang Eaha Esa agar membimbing ku menghadapi dunia yang penuh warna. Dengan ideologi jawa yang melekat erat pada diri ayahku, Wibowo adalah nama besar yang ia sematkan di tubuh kecil ku, mungkin aku tidak mampu atau belum tau, tapi tubuh kecilku yang terdiam seakan menandakan bahwa aku setuju dengan nama itu. Untuk memperjelas bahwa aku adalah anak ketiga yang telah memiliki dua orang saudara, bahasa sansekerta pun seakan turut melengkapi kehidupanku. Ya…..! Tri Wibowo adalah nama yang selalu membuatku bangga ketika aku menyebutkannya di tempat-tempat yang berbeda, dan tempat itupun slalu berganti seiring jalannya waktu.
    Kehidupan keluarga yang sederhana, namun slalu memiliki impian yang mendunia menemani langkah yang membentuk tingkah lakuku. Tak jarang orang-orang disekitar ku menjauhi ku karena sifatku  yang pemalu dan cendrung kaku. Kata ibuku aku tak bisa terlelap jika belum terdengar nada dan irama merdu yang memanjakan telinga ku hingga aku larut dalam gelap.
Tapi itu dulu…..! itulah masa kecilku…!
     Masa kecilku tak pernah diiringi prestasi, yang menemaniku hanyalah teman-teman yang berlari, bernyanyi, atau mereka yang saling memaki. Tak jarang paman ku sering membandingkan ku dengan putrinya yang selalu mendapatkan peringkat satu. Terkadang malu menghampiriku, namun sifatku yang kaku, selalu membiarkan semua itu berlalu.
    Waktu selalu membahwa ku ke suasana yang berbeda. Dan tak ku sangka  sifatku yang pemalu dan kaku telah terbakar oleh panasnya garis katulistiwa. Tak ada lagi teman-teman yang berlari, bernyanyi, atau yang saling memaki, yang ada hanya era teknologi, sebuah ideologi, atau harapan mendapatkan prestasi. Walaupun hidupku tak penuh dengan materi, namun cinta Ilahi slalu menemani hari ku dalam mengejar mimpi.
    Bukan cerita Laskar Pelangi atau Sang Pemimpi…...!